Penulis: Drs. Agus Subrata, MM, AAAIK, QRGP, ANZIIF
Praktisi Asuransi
Praktisi Logistik
Dosen Tetap di Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti
Dosen di Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA)
Assesor BNSP skema Risk Management

 

Pasar logistik

Saat ini pertumbuhan bisnis logistik di Indonesia meningkat cukup tajam seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi akibat meningkatnya bisnis-bisnis berbasis teknologi digital on line yang memerlukan jasa kecepatan dan ketepatan pengiriman barang, pembangunan infra struktur terutama pembangunan jalan tol, perumahan,  serta peningkatan export dan impor barang. Kondisi pasar logistik ini didukung baik  oleh pemerintah melaui kebijakan ekonomi XV yang difokuskan pada perbaikan sistim logistik nasional untuk mempercepat pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional.

Gambar : Tyred gantry Crane mengangkat container

Menteri Koordinator Prekonomian sudah mengatakan bahwa kebijakan untuk memperbaiki sistim logistik nasional antara lain, dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan peran dan skala usaha logistik. Langkah lain dengan memberikan kemudahan berusaha dan mengurangi beban biaya bagi usaha penyedia jasa logistik nasional, penguatan kelembagaan dan kewenangan Indonesia National Single Window (INSW), serta penyederhanaan tata niaga. Dengan paket kebijakan ekonomi ini, pengusaha logistik diharapkan lebih berdaya saing dan mampu mengalihkan usaha logistik dari luar negeri ke dalam negeri. (Kompas, 16/6/2017). Selama ini biaya logistik nasional masih cukup tinggi dibandingkan Negara lain di kawasan Asia yaitu mencapai 24.6 % dari PDB ( Produk Domestik Bruto ). Adapun porsi biaya logistik di Indonesia mencapai 40 % dari harga ritel barang ( kompas, 27/4/2017).

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Prekonomian, potensi pasar logistik di Indonesia tahun 2016 mencapai Rp. 2.400 triliun. Nilai ini mencakup potensi jasa transportasi, penyimpanan, dan delivery sebesar Rp. 498,3 Trilyun, serta potensi kegiatan logistik di sejumlah sektor, seperti pertanian, konstruksi, pertambangan, dan manufactur, sebesar Rp. 1.901,3 trilyun.

Jumlah pangsa pasar logistik yang besar ini belum dimamfaatkan maksimal oleh pelaku bisnis asuransi. Bila kita asumsikan objek asuransi di sektor logistik ini hanya atas barang-barang yang bergerak saja yang memerlukan jaminan pengangkutan dengan tarif sebesar 1 %o (satu permil) maka akan ada potensi premi asuransi pengangkutan ( cargo Insurance ) sebesar 2.4 Trilyun. Padahal untuk setiap aktivitas logistik banyak sekali produk asuransi yang terlibat di dalamnya seperti Asuransi alat-alat berat (Heavy Equipment Insurance), Asuransi Rangka kapal ( Marine hull Insurance),  Asuransi Tanggung Jawab pihak ke-tiga (Liability Insurance), Asuransi Jaminan keuangan (Custom Bond), Asuransi Harta Benda (Property All Risk Insurance) dan produk asuransi lainnya yang diperlukan dalam menunjang kenyamanan dan kelancaran usaha jasa Logistik.

Dengan banyaknya produk  asuransi yang dibeli penyedia jasa logistik maka semakin nyaman para pengusaha  logistik dalam menjalankan usahanya dari risiko ketidakpastian terjadinya kecelakaan atau kerugian (uncertainty). Hal ini  dikarenakan fungsi asuransi adalah Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung / nasabah sebagai ”Original Risk Bearer” kepada  penanggung atau perusahaan asuransi yang dikenal dengan pola risk transfer mechanism.

 

Perusahaan Logistik di Indonesia

Orang awam banyak mengenal Logistik hanya sebatas jenis usaha pengiriman barang. Namun sebenarnya logistik merupakan suatu proses manajemen yang komprehensif seperti yang dikatakan oleh pakar logistik Bowersox, Logistik is the process of planning, implementing, and controlling the efficient, cost effective flow, and storage of raw materials in process inventory, finished goods and related information flow from point of origin to point of consumption for the purpose to customer requirement. Logistik merupakan proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian arus barang yang efektif, hemat biaya, dan  proses penyimpanan bahan baku, barang jadi, dengan didukung arus informasi yang baik mulai dari awal sampai ke konsumen untuk keperluan kebutuhan pelanggan.

Di dunia Internasional, pengelompokan jasa logistik mengacu kepada the U.N. Provisional Central Product Classification (CPC) system, yang dijadikan acuan dalam komitmen GATS (General Agreement on Trade in Services), dimana Jasa Logistik terbagi ke dalam tiga layanan, yaitu ; a) Core Freight Services, merupakan jasa logistik standard yang menjadi basis transportasi freight internasional, misalnya cargo handling services, storage and warehousing services, freight transport agency services, supporting auxiliary transport services and packaging services. b) Freight–related-services, merupakan layanan logistik yang secara spesifik ditangani oleh perusahaan-perusahaan yang termasuk katagori transport manajemen services yang dilayani secara penuh, misalnya maritime managemen services, air transport services, rail transport services, road transport services dan courier services. c) Non-core freight logistic services, merupakan penyedia jasa logistik yang focus pada Logistik supply chain consulting seperti penyusunan strategi, perencanaan, inventori, pengembangan dan pemamfaatan teknologi dan bidang-bidang konsultasi lainnya.

Di Indonesia, tercatat ada sekitar 3.600 perusahaan logistik yang memiliki fokus usaha yang berbeda-beda dalam pengelolaannya. Perusahaan logistik di Indonesia terbagi ke dalam kelompok-kelompok usaha, seperti Perusahaan Cargo, Courier, Freight Forwarder, Logistik, Shipping, Tranfortation, Stevedoring dan Warehousing yang kesemuanya sudah merupakan perusahaan berbadan hukum baik berupa Perseroan Terbatas maupun CV.

 

Kendala-kendala Perusahaan

Besarnya pangsa pasar logistik yang luar biasa ini  belum dimamfaatkan sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan asuransi nasional. Di lapangan masih banyak ditemukan aktifitas logistik yang tidak mendapatkan proteksi asuransi. Sebagai contoh, beberapa perusahaan Trucking yang mendapat penunjukan pengangkutan barang komoditi tidak mengasuransikan pekerjaan angkutanya dengan alasan adanya biaya tambahan yang memberatkan untuk membayar premi asuransi. Sebagian lagi tidak mengasuransikan dengan alasan ketidak paham perihal jaminan-jaminan asuransi,  proses pengajuan asuransi dan klaim. Hal ini membuktikan bahwa pangsa pasar ini belum digarap secara maksimal. Kendala-kendala perusahaan asuransi dalam mengelola industri logistik diantaranya, beberapa perusahaan asuransi belum memahami secara jelas Bussiness Model jasa logistik yang sebenarnya, terutama untuk pelayanan door to door , yaitu proses pelayanan logistik mulai dari Manufacturing, receiving dan delivering ke consignee yang melibatkan beberapa proses  warehousing, trucking, shipping, stevedoring, packaging dan lain sebagainya.  Disamping itu kurang mengenal secara riil jenis peralatan dan fungsinya yang terlibat dalam logistik terutama untuk peralatan-peralatan berat dan berteknologi tinggi di lokasi pelabuhan seperti peralatan Quay Crane, Rubber Tyred gantry Crance, Reach Stacker, dan lain-lain termasuk juga jenis-jenis kapal pengangkut; cargo, bulk, tanker, tug boat serta jenis-jenis truk pengangkut seperti trailer, dump truck, reefer, wing box dan lain sebgainya, sehingga mendapat kesulitan dalam melakukan assessment khususnya terhadap objek-objek pertanggungan tersebut.

Kendala lainnya adalah kurangnya pendekatan terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam jasa logistik. Target customer perusahaan asuransi saat ini masih terbatas pada perusahaan Freight Forwarder saja padahal masih banyak perusahaan-perusahaan lain yang terlibat dalam usaha jasa logistik seperti.

 

Upaya-upaya yang perlu dilakukan           

Dalam memafaatkan potensi pasar asuransi di industri logistik ini, perusahaan asuransi sebaiknya melakukan upaya-upaya seperti : a) Pendekatan dan bertukar pikiran  dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan logistik, misalnya Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Feight Forwarder  Indonesia (ALFI), Indonesia National Shippowner’s Assosiation (INSA), Asosiasi Perusahaan Depo dan Pergudangan Indonesia (APDEPI), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO), Asosiasi Perusahaan Bongkar muat Indonesia (APBMI), Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) , dan asosiasi-asosiasi lainnya yang bergerak di bidang logistik sehingga bisa mendapatkan informasi yang luas tentang proses logistik yang nantinya disesuaikan dengan produk asuransi yang diperlukan. b) Memperluas direct Selling ke perusahaan-perusahaan Logistik tidak hanya perusahaan Freight Forwarding tapi juga perusahaan-perusahaan logistik lainnya yang bergerak di bidang Stevedoring, Shipping, warehousing dan lain-lain c) Mengembangkan layanan asuransi dengan teknologi berbasis digital on-line terutama untuk produk asuransi Simple Risk seperti Marine Cargo Insurance dan Custom Bond sehingga mempercepat pelayanan dan membantu otoritas pelabuhan  dalam monitoring dokumentasi pengiriman barang,  d) menjual produk asuransi lain yang selama ini belum menyentuh banyak industri logistik seperti produk asuransi Professional Indemnity untuk memberikan proteksi perusahaan operator pelabuhan yang memilki potensi gugatan pihak ketiga apabila terjadi kelalaian dalam mengoperasikan alat-alat berat di pelabuhan, menawarkan produk asuransi Directors and Officers Liability (D & O) untuk para Direksi dan karyawan perusahaan logistik mengingat industri logistik sangat rentan dengan gugatan-gugatan nasabah atau vendor-vendor nya, Polution Risk Liability untuk mengatasi risiko-risiko pencemaran, dan produk-produk inovatif lainnya,  e) Memberikan masukan kepada perusahaan-perusahaan importir agar setiap melakukan pembelian barang dari luar negeri menggunakan tarif FOB ( Free On Board ) sehingga biaya asuransi bisa ditangani oleh perusahaan asuransi nasional. Demikian juga kepada perusahaan-perusahaan exporter Indonesia  agar menjual barang-barang exportnya dengan menggunakan tarif CIF  (Cost, Insurance and Freight)  agar biaya asuransi ditangani oleh perusahaan asuransi nasional. Hal ini bisa dilakukan dengan pendekatan kepada Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) dan Gabungan Perusahaan Expor Indonesia (GPEI), f) Memimta kepada Pemerintah agar asuransi menjadi salah satu unsur penting  dalam penyusunan Sistem logistik Nasional (SISLOGNAS) yang saat ini sedang disempurnakan konsepnya, mengingat keberadaan asuransi sangat menunjang kelancaran aktifitas usaha dimana fungsinya sebagai institusi yang melakukan mekanisme pengalihan  risiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung  dalam hal ini penyedia jasa logistik kepada  penanggung yaitu perusahaan asuransi.  Diharapkan dalam Sislognas ini  tarif asuransi menjadi bagian yang penting dan melekat pada komponen tarif bruto logistik secara nasional. Harapan lain dengan meningkatnya industry logistk ini tentunya akan menambah pendapatan premi asuransi nasional.