Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG.
Ketua Dewan Pengarah The Institute of Compliance Professional Indonesia (ICoPI)
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.
Dua kata di atas sering digunakan dalam manajemen ‘Kepatuhan’ di suatu organisasi, kadang diartikan sama dan kadang diartikan berbeda. Rekan penulis Dr. Ketut Sendra, QRGP – sesama anggota dewan pengarah ICoPI (Institute of Compliance Professional Indonesia) memberikan arti praktis mengenai perbedaan makna kedua istilah tersebut:
- Responsibilitas : Tanggung Jawab
- Akuntabilitas : Pertanggung-Jawaban
Dalam penggunaan praktis, penjelasan Dr. Ketut Sendra dapat dipahami lebih jauh melaui contoh di bawah ini:
- Seorang direktur penjualan memiliki tanggung jawab untuk peningkatan penjualan produk perusahaan di tahun 2019 sebesar 15% lebih tinggi dari hasil tahun 2018.
- Direktur penjualan tersebut harus mempertanggung-jawabkan hasil penjualan perusahaan di tahun 2019 yang ternyata lebih rendah 30% di bawah hasil tahun 2018.
- Proses pertanggung-jawaban direktur penjualan dilakukan secara formal dalam rapat gabungan akhir tahun dewan komisaris dan direksi perusahaan.
Dari contoh di atas, penulis menggali lebih jauh arti kedua kata tersebut dalam bahasa Inggris, yaitu: ‘Accountability’ versus ‘Responsibility’ yang berasal dari kata ‘Accountable’ dan ‘Responsible’. Salah satu rujukan memberikan contoh penggunaan asal kedua kata tersebut:
“If you are accountable to someone for something that you do, you are responsible for it and must be prepared to justify your actions to that person” (Terjemahan bebas: Bila anda bertanggung jawab terhadap seseorang untuk suatu hal tertentu yang anda lakukan, maka anda bertanggung jawab untuk melaksanakan hal itu dan harus siap untuk memberikan justifikasi kepada orang tersebut atas segala tindakan anda)
Dari kalimat di atas, ada catatan yang perlu diperhatikan:
- Kata ‘accountable’ diikuti kata ‘to’ atau ‘kepada’ dalam Bahasa Indonesia.
- Kata ‘responsible’ diikuiti kata ‘for’ atau ‘untuk’ dalam Bahasa Indonesia.
Apa arti perbedaan tersebut?
A. RESPONSIBILITY
RESPONSIBILITY berasal dari kata latin ‘responsus’ yang awalnya digunakan untuk pemberian makna adanya kewajiban moral dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepada seseorang. Hal ini memberikan konotasi adanya internalisasi dari suatu kewajiban atau rasa kepemilikan pribadi dari suatu penugasan. Gagal menyelesaikan penugasan dari kewajiban tersebut menjadi dasar dari adanya rasa malu dan bersalah.
B. ACCOUNTABILITY
Dalam Merriam Webster Dictionary, kata ‘Accountability’ didefinisikan sebagai berikut:
“the quality or state of being accountable, especially: an obligation or willingness to accept responsibility or to account for one’s actions” (terjemahan bebas: Akuntabilitas adalah kualitas atau situasi di mana seseorang wajib mempertanggungjawabkan penugasan terhadap dirinya yang berasal dari kewajiban atau kesukarelaan seseorang untuk menerima tanggung jawab atau ikut bertanggung jawab terhadap aksi atau tindakan pihak /orang lain).
Andreas Schedler dalam salah satu tulisan beliau di tahun 1999 menyampaikan definisi konseptual tentang akuntabilitas, yaitu:
“A is accountable to B when A is obliged to inform B about A’s (past or future) actions and decisions, to justify them, and to suffer punishment in the case of eventual misconduct” (Terjemahan bebas: A dikatakan akuntabel terhadap B bila A berkewajiban untuk memberikan informasi dan justifikasi kepada B tentang semua tindakan dan keputusan dari A, serta menerima hukuman dalam kasus terjadi tindakan atau keputusan yang melenceng dari seharusnya).
Dalam perkembangan lanjutan, kata ‘akuntabilitas’ diterjemahkan sebagai ‘pertanggung jawaban’, dan umum dipakai dalam penugasan yang menuntut seseorang untuk ikut bertanggung jawab terhadap aksi dan keputusan orang lain. Dalam hal ini, contoh paling kongkrit adalah direksi dan dewan komisaris di suatu perusahaan yang memiliki akuntabilitas terhadap semua aksi dan keputusan korporasi baik yang langsung dibuatnya ataupun dilakukan oleh karyawan perusahaan. Direksi memiliki responsibilitas dan sekaligus akuntabilitas atas semua keputusan dan aksi eksekutif, sedangkan dewan komisaris memiliki responsibilitas dan akuntabilitas atas semua peran pengawasan dan pemberian nasihat terhadap direksi.
C. AKUNTABILITAS DAN RESPONSIBILITAS DALAM SISTEM MANAJEMEN KEPATUHAN
Sementara direksi suatu perusahaan memiliki tanggung jawab (responsibilitas) masing-masing dalam rangka memberikan hasil terbaik bagi perusahaan, mereka secara kolegial dan kolektif memiliki akuntabilitas kepada pemilik kepentingan (rights-holders) terutama pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders) organisasi. Dalam pemenuhan akuntabilitasnya, direksi perlu memastikan bahwa perusahaan dijalankan dalam koridor kepatuhan terhadap aturan dan peraturan yang relevan bagi perusahaan tersebut.
Karena direksi juga ikut bertanggung jawab untuk aksi para karyawannya dalam mematuhi aturan dan peraturan, mereka perlu didukung dengan sistem manajemen kepatuhan yang terstandarisasi dan menyeluruh. Tanpa adanya sistem tersebut, dapat terjadi kecenderungan pelaksanaan manajemen kepatuhan dilakukan secara ad-hoc intuitif dan parsial sehingga tidak efektif dalam pemenuhan akuntabilitas direksi.
Hal yang sama berlaku untuk dewan komisaris yang memiliki akuntabilitas pengawasan. Mereka juga memerlukan sistem manajamen kepatuhan yang terstandarisasi, sistematis dan terukur agar dapat efektif dalam pemenuhan amanah yang diberikan kepada dewan komisaris.
D. SIMPULAN DAN LANGKAH LANJUT
Sebagaimana disampaikan di atas, direksi dan dewan komisaris memiliki akuntabilitas masing-masing yang pada dasarnya ikut bertanggung jawab terhadap semua keputusan dan aksi organisasi secara keseluruhan. Untuk itu, sistem manajemen kepatuhan yang tertelusuri dan terstandarisasi di keseluruhan organisasi mutlak dibutuhkan.
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas bisnis, dan juga perkembangan era globalisasi dan digitalisasi yang membuat batasan antar aturan dan peraturan semakin tipis dan bersinggungan erat, setiap insan dalam organisasi perlu paham mana area yang hanya merujuk pada ‘responsibilitas’ dan mana area yang merujuk baik pada ‘responsibilitas’ maupun ‘akuntabilitas’.
Tidak akan efektif bagi direksi dan dewan komisaris untuk mengandalkan intuisi dan bekerja secara ad-hoc dalam menjalankan sistem manajemen kepatuhan. Sebaiknya mereka mempertimbangkan penggunaan sistem manajemen kepatuhan yang sudah terstandarisasi secara internasional yaitu ‘ISO 19600:2014 Compliance Management System – Guidelines’, yang sudah diadopsi menjadi SNI ISO 19600: Sistem Manajemen Kepatuhan – Pedoman.
Rincian mengenai SNI ISO 19600 tersedia di laman Badan Standarisasi Nasional http://sispk.bsn.go.id/SNI/DetailSNI/11960
Semoga tulisan ini bermanfaat.