Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG
Ketua Dewan Pengarah Institute of Compliance Professional Indonesia (ICoPI)
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

 

Setiap kegiatan bisnis yang terkait dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights – IP) adalah aset bagi perusahaan dan merupakan faktor penting dalam pengembangan strategi dan daya saing perusahaan.

Oleh karena itu, sangat mendasar bagi perusahaan untuk menerapkan program kepatuhan dalam mengidentifikasi, menyempurnakan, melindungi, menjaga dan menuntut hak IP mereka misal: Paten, Merek Dagang, Hak Cipta dan Rahasia Dagang, serta menghindarkan potensi pelanggaran baik secara sadar maupun tidak sadar terhadap penggunaan IP pihak lain.

Program kepatuhan membutuhkan partisipasi semua anggota organisasi dalam perusahaan dan harus konsisten dengan strategi perusahaan. Program mencakupi berbagai elemen, dengan dua unsur paling kritikal, yaitu:

  • Adanya badan atau fungsi organisasi yang melakukan koordinasi program kepatuhan untuk IP, misal komite kepatuhan di tingkat direksi yang kemungkinan dapat dirangkap oleh komite manajemen risiko mereka.
  • Adanya asesmen atau audit terhadap efektivitas kepatuhan IP mencakupi: kebijakan dan prosedur, manual, pendidikan dan pelatihan, peninjauan berkala, dan evaluasi, serta penanganan perubahan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan peraturan dan regulasi yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan.

Berdasarkan dua unsur utama di atas, di bawah ini penjabaran lebih lanjut mengenai elemen yang sedikitnya harus dipertimbangkan dalam membangun program kepatuhan IP secara menyeluruh:

  1. Dirancang untuk mendukung strategi besar perusahaan terhadap teknologi dan IP, dan dapat ditelusuri efektivitasnya seiring dengan tren teknologi secara umum dan struktur portopolio IP pesaing baik yang ada saat ini maupun di masa mendatang.
  2. Ada unit atau fungsi yang bertanggung jawab dan sekaligus membuat keputusan sehari-hari tentang isu IP. Mereka juga menyediakan panduan bagi seluruh karyawan di organisasi.
  3. Perhatian diberikan pada setiap langkah pengembangan produk dan proses komersialisasinya, sehingga mampu mengidentifikasi isu IP seawal mungkin dan memasukkannya ke dalam pengembangan solusi produk/jasa perusahaan.
  4. Adanya hasil audit terhadap mekanisme perlindungan dan/atau perawatan hak-hak IP organisasi sebagai dasar pengembangan program. Selain itu, regular audit perlu dilakukan untuk peningkatan dan pemastian kecukupan dalam mendukung bisnis dan organisasi.
  5. Adanya sinkronisasi program kepatuhan IP dengan intensi strategi perusahaan dalam penggunaan hak IP mereka. Apakah akan digunakan untuk memastikan dan mengamankan pangsa pasar yang mengandalkan hak IP misal paten agar pasar bersih dari pesaing? Atau untuk menghasilkan arus pendapatan dari pemberian lisensi? Atau sekedar memiliki hak IP saat ini agar ada nilainya pada saat kemungkinan terjadinya merger / akusisi perusahaan, atau bila perusahaan hendak menjual sahamnya kepada investor lain.
  6. Walau tujuan utama program kepatuhan IP adalah mengidentifikasi dan melindungi hak hak sah perusahaan, proses pengembangan dan implementasi program sebaiknya lebih ditekankan pada pemanfaatan kesempatan untuk membangun kesadaran manfaat IP dan bahayanya bila tidak menaruh perhatian pada langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka melindungi hak-hak tersebut.
  7. Pengalokasian sumber daya yang memadai untuk mampu secara proaktif mengamankan hak perusahaan dalam hal ada pihak lain melakukan pelanggaran (atau potensi pelanggaran) terhadap hak IP perusahaan atau terlibat dalam penggunaan rahasia dagang perusahaan.

Kesemua elemen di atas hanya dapat dijalankan secara menyeluruh bila program manajemen kepatuhan IP direkognisi sebagai bagian penting sistem manajemen risiko perusahaan entitas (Enterprise Risk Management – ERM). Melalui integrasi sistem manajemen kepatuhan dengan sistem manajemen risiko entitas, dapat diharapkan bahwa penekanan pengendalian risiko IP akan lebih terpusat pada usaha-usaha memperkecil kemungkinan-kejadian permasalahan litigasi yang dapat menyedot sumber daya keuangan dan memecahkan konsentrasi dalam pengelolaan bisnis mereka.

Untuk itu, patut dipertimbangkan penggunaan sistem manajemen kepatuhan yang sudah terstandarisasi yaitu ‘SNI ISO 19600 Sistem Manajemen Kepatuhan’ yang kompatibel dengan standar sistem manajemen risiko entitas  ‘SNI ISO 31000 yang sudah dikenal terlebih dahulu di Indonesia.

 

Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat bagi sesama praktisi manajemen kepatuhan di Indonesia.