Penulis: Agustinus Haryono
Sekretaris Jenderal ICoPI

 

Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting, karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetensi yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.

Profesi kedokteran merupakan suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Dalam menjalankan profesinya, dokter melakukan praktik yang disebut sebagai Praktik Kedokteran. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Organisasi Profesi yang menaungi Profesi Kedokteran adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Organisasi yang menaungi Profesi Kedokteran Gigi adalah Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Selanjutnya pengertian “Malpraktik” ditemukan dalam pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, yang telah dinyatakan dihapus oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dari berbagai pendapat ahli hukum, ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan “Malpraktik” dengan melalaikan kewajiban yang berarti juga tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan :

  1. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut :
    1. melalaikan kewajiban;
    2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
    3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
    4. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

Jadi dilihat dari arti istilah “Malpraktik” itu sendiri, Malpraktik tidak merujuk hanya kepada suatu profesi tertentu, namun juga meliputi beberapa profesi yang ada, misalnya : Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”); Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”); Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”); Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”).

Setiap profesi tersebut memiliki kode etik masing-masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturaan perundang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.

Khusus mengenai praktik kedokteran, dalam pasal 66 ayat 3 UU Praktik Kedokteran dikatakan bahwa masyarakat yang merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dapat melaporkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (“MKDKI”) dan laporannya itu tak menghilangkan hak masyarakat untuk melapor secara pidana atau menggugat perdata di pengadilan.

Namun dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan sehingga mengakibatkan terjadinya malpraktik, korban tidak diwajibkan untuk melaporkannya ke MKDKI terlebih dahulu. Dalam pasal 29 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam hal terjadi kelalaian dokter dalam melakukan praktik kedokteran adalah :

  1. Melaporkan kepada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia);
  2. Melayangkan teguran baik secara lisan maupun tertulis (somasi);
  3. Melakukan mediasi;
  4. Menggugat secara perdata pada peradilan umum (wilayah Pengadilan Negeri tempat kejadian perkara);
  5. Jika ternyata terbukti secara hukum ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut, maka dapat dilakukan upaya pelaporan secara pidana.

 

DAFTAR REFERENSI

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
  2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
  3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.