Penulis: Mas Achmad Daniri, Ketua Umum Asosiasi GRC Indonesia

 

ESG diinisiasi oleh James Gifford, Ekonom dan ahli ekologi dari University of Sydney tahun 2003. Istilah ESG dirumuskan dan ditetapkan Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan tahun 2004 berkolaborasi dengan lembaga keuangan, PBB dan Perusahaan Keuangan Internasional untuk mengintegrasikan masalah lingkungan, sosial, dan governansi sebagai acuan investasi di pasar modal. Penggunaan pertama kali istilah ESG pada tahun 2005 melalui hasil penelitian Who Cares Wins. ESG diinisiasi sebagai Investasi Bertanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tahun 2013. Dengan menggunakan parameter ESG, Perusahaan berkinerja lebih baik dan mampu mewujudkan laba berkelanjutan. Saat ini istilah ESG secara umum sudah diterima masyarakat. Kepatuhan ESG menjadi semakin penting karena dampak krisis iklim. Komitmen ESG telah meningkat 41% dengan nilai aset $8,4 triliun, dan sudah menjadi bagian dari strategi perusahaan (Global Sustainable Investment Alliance, tahun 2014–2016).

Environmental Social Governance mengacu pada tiga aspek pengukur keberlanjutan termasuk aspek etika. Sebagian besar investor memilah portofolio dengan menggunakan kriteria ESG, mencakup lingkungan, seperti perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya alam, polusi dan limbah, keanekaragaman hayati, serta jejak emisi karbon. Aspek sosial, seperti mempekerjakan anak di bawah umur, kerja paksa, ketidaksetaraan sosial-ekonomi, privasi, penggunaan data pribadi, keragaman dan inklusi, kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan, serta tanggung jawab produk dan jasa. Termasuk governansi, rambu-rambu dalam mengelola bisnis, manajemen anti penipuan, penyuapan/korupsi, pencucian uang, persaingan tidak sehat, pengendalian internal atas pelaporan keuangan, keamanan, perilaku individu/perusahaan, transparansi pajak, serta struktur kepemilikan. ESG adalah konsep yang melibatkan banyak fungsi yang berbeda. Pilar E atau Lingkungan adalah pilar mendasar dan bersifat kompleks. Pilar S terkait pola hubungan antar stakeholder dengan cara memetakan masing-masing kepentingan stakeholder internal dan eksternal. Di bawah pilar G terkait rambu upaya menghindari penyimpangan, seperti suap dan Korupsi termasuk pencucian uang, serta memperkuat kontrol internal, pelaporan keuangan, dan keamanan TI. Sebagai organisasi pilar E menjadi salah satu fokus besar saat ini. E mencoba menjaga dampak lingkungan dan perubahan iklim. E sangat berbeda dari industri ke industri.

Investasi ESG mencakup investasi yang mengadopsi hubungan antara perusahaan, masyarakat dan lingkungan, termasuk antara perusahaan dan pemegang saham pengendali. Integrasi ESG secara eksplisit dan sistematis mencakup analisis berbagai risiko dan peluang terkait dengan aspek ESG. Investasi berkelanjutan merupakan pendekatan praktik bisnis berdasarkan analisis ESG. Produk berkelanjutan dilaksanakan melalui proses tone at the top, membangun agen-agen perubahan dan ketersediaan sistem.

Untuk mencapai manfaat sosial dan lingkungan yang positif sekaligus memberikan manfaat finansial bagi stakeholder. Pelaku bisnis harus berupaya mengintegrasikan ESG ke dalam keputusan investasi pada seluruh portofolio investasi dan aset. Pengelompokan aset yang berbeda, strategi portofolio, dan kebijakan investasi memerlukan cara pandang yang berbeda untuk memperkuat pengambilan keputusan secara efektif. Proses akreditasi dimulai dengan upaya kolaboratif untuk memastikan ESG terintegrasi secara sistematis dan bermakna ke dalam langkah-langkah yang relevan.

GRC dipandang sebagai himpunan semua kemampuan yang diperlukan untuk mendukung Kinerja Berprinsip pada setiap level organisasi.

Pencapaian tujuan secara handal, misal berbisnis secara bersih bebas dari suap dan Korupsi dengan menghilangkan ketidakpastian dan dilakukan secara berintegritas. Governansi dihasilkan dari dorongan eksternal yang diwujudkan dalam kerangka rambu guna mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi suatu entitas, proses atau sumber daya. Sedangkan manajemen merupakan kegiatan mengarahkan, mengendalikan, dan mengevaluasi secara internal suatu entitas, proses, atau sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemastian Ketaatan merupakan evaluasi secara konsisten dan kompeten guna menilai secara obyektif yang diyakini bahwa capaian itu benar. Tantangan kita adalah kegiatan ESG banyak terkait pelaporan, seperti GRI dan semua kerangka kerja pelaporan yang memberi panduan tentang apa yang seharusnya ada dalam laporan tetapi bukan cara mengelola ESG secara berkelanjutan, karena itu perlu proses GRC terintegrasi untuk melaksanakan ESG. Agar berhasil, diperlukan proses yang efisien dan program GRC terintegrasi untuk mencapai keluaran ESG. Tren sekarang dan ke depan adalah GRC Terintegrasi, karena keyakinan pada nilai saja tidak cukup handal untuk mencapai kesuksesan. Masalah kita terletak pada tataran implementasi, seperti memastikan kualitas pencapaian, menghindari konflik kepentingan dan potensi fraud. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membangun pola pikir yang terintegrasi terhadap setiap aspek GRC. Oleh karena itu ada kebutuhan terhadap solusi terintegrasi. Ketika perusahaan mengevaluasi kembali strategi ESG, mereka dihadapkan pada beberapa tantangan, seperti terlalu fokus pada aspek lingkungan dan mengabaikan aspek sosial dan governansi. Penetapan prioritas ESG yang efektif hanya mungkin terjadi jika pemantauan dan pelaporan ESG diawali melalui pendekatan GRC dalam mewujudkan ESG. ES-GRC memungkinkan pendekatan sederhana untuk menangani semua persyaratan terkait tidak hanya lingkungan, sosial, dan governansi, tetapi juga risiko dan kepatuhan. Perusahaan tertantang untuk mendefinisikan, menerapkan, dan melaporkan ESG. Tekanan datang dari segala arah, seperti dari investor, pelanggan, karyawan, regulator, dan aktivis. Tujuannya adalah menjadi organisasi yang berintegritas untuk memastikan bahwa nilai, etika, pernyataan, komitmen, hubungan, dan transaksi menjadi kenyataan dalam praktik. Strategi GRC di era ESG, sebagai berikut:

  1. Pahami di mana kita berada dan ingin berada, dimulai dengan penilaian yang jujur tentang proses ES-GRC organisasi.
  2. Identifikasi anggota tim yang tepat, ES-GRC adalah kompleks, melibatkan banyak bagian yang berbeda.
  3. Pilih fondasi teknologi yang tepat. Kita perlu membangun strategi di atas landasan informasi dan teknologi yang dapat mewujudkan kondisi ES-GRC di masa depan. Perangkat lunak dan teknologi ES-GRC harus sepenuhnya mendukung visi dan mampu memberikan efisiensi, efektivitas, dan kelincahan pada rencana dan proses strategis.
  4. Pecahkan kegiatan menjadi beberapa tahap, perlu prioritas dan memecah kegiatan menjadi tahapan yang dapat dicapai.
  5. Kita perlu fleksibel untuk dapat mengatasi perubahan risiko, peraturan, dan lingkungan bisnis.

Strategi ESG diawali dengan membangun struktur governansi yang kuat, menetapkan tujuan yang jelas untuk ESG secara keseluruhan maupun setiap komponen yang berbeda. Setelah tujuan ditetapkan, organisasi dapat menilai, memantau, dan mengelola ketidakpastian terhadap tujuan ESG dan semuanya dilakukan secara berintegritas.