Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG
Ketua Dewan Pengarah Institute of Compliance Professional Indonesia (ICoPI)
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

 

Umumnya penanganan risiko dan/atau masalah kepatuhan dilakukan secara silo dan terpisah untuk masing-masing risiko yang spesifik dan terkait dengan satu perkara atau permasalahan kepatuhan tertentu. Hal ini menimbulkan potensi kompleksitas dan duplikasi yang membuat pengelolaan manajemen kepatuhan menjadi tidak efisien dan tidak efektif.

Seiring dengan tuntutan dan harapan masa depan terhadap efisiensi dan efektivitas sistem manajemen kepatuhan di suatu organisasi, dibutuhkan pendekatan baru yang secara metodologis dapat menangani lebih banyak permasalahan dengan penggunaan sumber daya yang lebih sedikit.

Karena kompleksitas dan duplikasi umumnya bersumber dari kurang atau tidak adanya sinkronisasi antar satu proses pengelolaan kepatuhan dengan kepatuhan yang lain, dan juga karena kurang atau tidak adanya sinkronisasi antar satu individu dengan individu lain, pimpinan organisasi perlu menangani kedua hal tersebut dalam upaya mereka mengintegrasikan program manajemen kepatuhannya.

Deloitte melalui publikasi mereka “New Horizons – Compliance 2020 and beyond” memberikan paparan menarik yang seirama dengan bahasan di atas, dan memberikan gambaran adanya empat fase bagi suatu organisasi menuju ‘integrated compliance program’:

  • Fase satu : Silo (Silo)
  • Fase dua : Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing)
  • Fase tiga : Koordinasi (Coordination)
  • Fase empat : Terpadu (Integrated)

 

FASE SATU : SILO

  • Sedikit sekali kesadaran (awareness) terhadap adanya aktivitas manajemen kepatuhan baik aktivitas yang sedang terjadi maupun aktivitas yang masih dalam rencana aksi.
  • Sedikit sekali adanya koordinasi dalam pelaksanaan aktivitas manajemen kepatuhan di organisasi.

FASE DUA : BERBAGI PENGETAHUAN

  • Adanya rapat rutin yang mendiskusikan aktivitas utama manajemen kepatuhan baik aktivitas yang sedang berjalan maupun yang masih dalam perencanaan.
  • Adanya beberapa inisiatif koordinasi penanganan kepatuhan antar individu / kelompok.
  • Sudah dimulainya beberapa aktivitas kecil dalam penggabungan dan pengintegrasian untuk penanganan kepatuhan di organisasi.

FASE TIGA :

  • Adanya koordinasi dan pengintegrasian beberapa aktivitas yang menghasilkan efisiensi dalam pengelolaan kepatuhan organisasi.
  • Adanya peningkatan efisiensi secara konsisten dari beberapa integrasi antar inisiatif dan aktivitas penanganan kepatuhan organisasi yang berbeda-beda.

FASE EMPAT :

  • Adanya satu program kepatuhan terintegrasi di tingkat entitas organisasi
  • Sinergi sudah tercipta dalam proses dan pendekatan manajemen kepatuhan organisasi
  • Adanya koordinasi penuh satu pintu untuk semua inisiatif dan aktivitas penanganan kepatuhan organisasi

Untuk mencapai fase ke empat, apa yang sebaiknya dijalankan oleh direktur kepatuhan organisasi? Di bawah ini adalah langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan oleh seorang direktur kepatuhan untuk hal tersebut:

  1. Libatkan semua pemangku kepentingan kunci di seluruh tim kepatuhan dan fungsi asurans yang dapat memampukan terjadinya koordinasi dalam aktivitas kepatuhan. Segera lakukan usaha-usaha berbagi pengetahuan tentang semua unsur kerangka kerja manajemen kepatuhan yang dipakai oleh organisasi dan libatkan mereka secara intens.
  2. Evaluasi sejauh mana integrasi dan konsolidasi dapat dicapai, dan dampaknya terhadap bisnis organisasi,
  3. Pahami dimana saja terjadi duplikasi antar tim, sistem, proses dan aktivitas yang dapat dikonsolidasi dan dikombinasikan.
  4. Kembangkan peta jalan bagi organisasi untuk penetapan model operasional kepatuhan terintegrasi yang dapat mencapai sinergi dan efisiensi, dan juga dapat meminimalkan risiko hilangnya fokus terhadap area berisiko organisasi.

Keempat langkah di atas akan lebih mudah direalisasikan bila organisasi memiliki suatu standar sistem manajemen kepatuhan. Salah satu standar yang patut dan dapat dipakai adalah ISO 19600 Sistem Manajemen Kepatuhan. Informasi mengenai standar ini tersedia di Badan Standarisasi Nasional Indonesia yang dapat diunduh di tautan berikut:

http://sispk.bsn.go.id/SNI/DetailSNI/11960

Bila tertarik untuk mendalami lebih jauh mengenai manajemen kepatuhan, beberapa tautan di bawah ini dapat diunduh sebagai pelengkap:

http://www2.crmsindonesia.org/knowledge/crms-articles/keberadaan-direktur-kepatuhan-serta-peran-dan-kontribusi-mereka-dalam

Mudah-mudahan artikel di atas bermanfaat.