Penulis : Agustinus Haryono
Sekretaris Jenderal ICoPI
Pengertian Doktrin dan Doktrin Hukum
Ada beberapa pengertian mengenai apa itu doktrin dan apa juga itu doktrin hukum. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa Doktrin merupakan pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa Doktrin adalah sebuah ajaran dalam ilmu/bidang tertentu yang diterapkan sedemikian rupa oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan sebuah tujuan tertentu yang sangat spesifik.
Selanjutnya pengertian Doktrin Hukum juga ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli hukum, yang antara lain mengemukakan bahwa Doktrin Hukum adalah ajaran para kaum sarjana hukum yang dibuat dan dipertahankan oleh sistem peradilan yang merupakan kebalikan dari yurisprudensi. Ada yang berpendapat serupa bahwa Doktrin Hukum adalah suatu pernyataan yang dituangkan kedalam bahasa oleh semua ahli hukum dan hasil pernyataannyapun disepakati oleh seluruh pihak. Doktrin Hukum ini memiliki peranan penting karena bisa mempengaruhi yurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum, karena itu Doktrin Hukum dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif.
Dalam artikel ini, penulis akan membahas 3 (tiga) doktrin hukum dalam perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-undang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), sebagaimana tersebut dibawah ini.
Doktrin Business Judgement Rule
Doktrin ini dikenal sebagai doktrin perlindungan hukum bagi Direksi dan Dewan Komisaris yang melaksanakan tugasnya dengan itikad baik dan berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan Perseroan Terbatas, tetapi tetap terjadi kerugian yang besar bagi Perusahaan.
Persyaratan untuk memenuhi doktrin ini terdapat pada Pasal 97 ayat 5 UUPT untuk Direksi dan Pasal 114 ayat 5 UUPT untuk Dewan Komisaris. Persyaratan pada kedua pasal tersebut bersifat kumulatif dan bukan alternatif. Isi Pasal 97 ayat 5 UUPT tersebut adalah sebagai berikut : Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 3, apabila dapat membuktikan :
- Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
- Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
- Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
- Telah mengambil tindakan untuk timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Sedangkan Pasal 114 ayat 5 UUPT mengatur ketentuan sebagai berikut : Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 3, apabila dapat membuktikan :
- Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
- Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
- Telah memberi nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Doktrin Ultra Vires
Ultra Vires berasal dari bahasa latin yang berarti melebihi kekuasaan atau kewenangan yang diijinkan oleh hukum. UUPT menentukan bahwa Direksi adalah organ yang bertanggungjawab penuh terhadap kepengurusan sesuai dengan maksud dan tujuan dan berwenang mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar sesuai ketentuan anggaran dasar, artinya Direksi memiliki dua fungsi yaitu fungsi Manajemen kedalam perseroan dan fungsi Representasi keluar dengan pihak ketiga.
Direksi yang tidak sejalan dengan maksud dan tujuan sebagimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan dikategorikan telah melampaui batas kewenangan atau yang dikenal sebagai Doktrin Ultra Vires, sehingga Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi terhadap tindakan tersebut.
Timbul pertanyaan, bagaimanakah transaksi dengan pihak ketiga yang dilakukan secara ultra vires oleh Direksi ? Pada dasarnya, transaksi yang dilakukan secara ultra vires adalah :
- Transaksi tadi batal demi hukum.
- Perseroan tidak terikat untuk memenuhi perikatan yang terjadi dan tidak dapat dipaksa untuk melaksanakannya.
- RUPS tidak dapat mengesahkan atau menyetujui tindakan Direksi yang mengandung ultra vires, hal ini karena tindakan tersebut akan mengubah maksud dan tujuan perseroan. Kalaupun terpaksa, maka memerlukan prosedur khusus dengan melaksanakan RUPS Luar Biasa.
Doktrin Piercing the Corporate Veil
Piercing the Corporate Veil atau menyingkap tabir perusahaan mengandung makna bahwa tanggung jawab hukum tidak hanya dapat dimintakan kepada Perseroan, tetapi dapat juga dimintakan tanggung jawabnya kepada pihak lain “yang bersembunyi” dibalik tabir Perseroan tersebut. Beban tanggung jawab ini sesuai dengan tindakan hukum yang dilanggar dalam UUPT dapat dipindahkan kepada :
- Pemegang Saham, atau;
- Direksi, atau;
- Dewan Komisaris.
Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Pemegang Saham :
Pemindahan tanggung jawab kepada Pemegang Saham terjadi apabila Pemegang Saham melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 UUPT, yaitu :
- Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum, belum atau tidak dipenuhi;
- Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
- Pemegang Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
- Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Dengan demikian apabila Pemegang Saham melakukan tindakan hukum yang masuk dalam salah satu dari empat ketentuan diatas, maka Pemegang Saham akan kehilangan tanggung jawab terbatasnya dan menjadi bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.
Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Direksi :
Direksi dalam menjalankan tugasnya mengurus Perseroan wajib mengikuti ketentuan yang ditegaskan dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT yang berbunyi : “ … wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam menjalankan tindakannya Direksi menjalankan Perseroan selalu memegang integritas, trust, comply ke peraturan perundangan, loyal, menghindari benturan kepentingan, berhati-hati dan penuh kejujuran.
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila bersalah atau lalai memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT tersebut diatas. Apabila Direksi terdiri dari dua orang atau lebih, maka tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng.
Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Komisaris :
Tanggung jawab Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya ditegaskan dalam Pasal 108 ayat 1 yang berbunyi : “ … melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi”.
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi tersebut wajib dilaksanakan sesuai Pasal 114 ayat 2 UUPT, yaitu dengan itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pasal 114 ayat 3 UUPT menyatakan bahwa setiap anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sebagaimana tersebut diatas. Tanggung jawab ini berlaku secara tanggung renteng apabila anggota Dewan Komisaris terdiri dari dua orang atau lebih.
Demikian 3 Doktrin Hukum sebagaimana diatus dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, semoga para penggiat atau profesi dibidang kepatuhan selalu mengingat atau mengingatkan kepada Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris dimana mereka berkarya. Semoga bermanfaat.
DAFTAR REFERENSI
- Leo J. Susilo : Governance, Risk Management and Compliance, Executive’s Guide to Risk Governance and Risk Oversight.
- Gunawan Widjaya : Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan.
- Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.