DRAFT PAPER KERJASAMA ANTARA

TITO HANANTA KUSUMA & CO BERSAMA WIMCONSULT DAN CRMS

TIM PENULIS:

  1. MENTOR CRMS DAN WIMCONSULT
  2. RM. TITO HANANTA KUSUMA, S.H., M.M.
  3. AHMAD MUHAZIR, S.H.

 

ABSTRAK

Dalam dunia korporasi tidak dapat dipungkiri akan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diduga-duga waktu terjadinya, karena kesalahan atau kelalaian suatu pihak dan menimpa pihak lainnya. Khususnya dalam konteks hukum, suatu risiko berhadapan dengan ketidakpastian (uncertainty) tentang keadaan, peristiwa, dan hukumnya. Pemasalahan-permasalahan tersebut dapat menyeret pihak-pihak yang bersangkutan ke dalam perbuatan tindak pidana korporasi. Fakta tersebut sangat mengkhawatirkan eksitensi korporasi jika mengabaikan risiko hukum yang ada tanpa adanya upaya pencegahan. Hal tersebut membuktikan dibutuhkannya satu ramuan khusus untuk menjawab upaya preventif atau pencegahan dalam hal tindak pidana korporasi berdasarkan ISO 31022 : 2020 yang merujuk pada risiko yang terkait dengan masalah hukum, peraturan, masalah kontrak, dan terkait hak dan kewajiban non-kontrak.

Kata Kunci : Korporasi; Risiko Hukum; ISO 31022;

 

PENDAHULUAN

Era perkembangan modern saat ini melaju sangat pesat, khususnya perkembangan korporasi. Perkembangan korporasi yang terjadi tersebut, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun macam-macam bidang usahanya. Pada saat ini kita dapat melihat bahwa korporasi bergerak dalam berbagai bidang seperti pertanian, kehutanan, perbankan, otomotif, elektronik, hiburan, dan lain sebagainya yang dimana hampir seluruh kebutuhan kita dapat dilayani oleh korporasi.

Semakin besar peranan korporasi dalam berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi, dan adanya kecenderungan korporasi melakukan kejahatan dalam mencapai tujuannya, maka kini telah terjadi pergeseran pandangan bahwa korporasi juga merupakan subjek hukum pidana di samping manusia alamiah.

Seiring dengan semakin besar peranan korporasi dalam berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi, dan adanya kecenderungan korporasi melakukan kejahatan dalam mencapai tujuannya, korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, pertanggungjawaban korporasi secara pidana harus diikuti dengan menyediakan jenis pidana yang sesuai untuk diterapkan pada suatu korporasi. Tidak semua jenis pidana yang ada dapat diterapkan atau dijatuhkan pada korporasi. Perlu diketahui disini, dengan dapat dipertanggungjawabkannya korporasi secara pidana, tidak dengan sendirinya pengurus korporasi yang terdapat didalamnya tidak dapat dipersalahkan.[1]

Berdasarkan pemahaman atas tindak pidana korporasi tersebut lahirlah berbagai macam cara sebagai upaya preventifmempertahankan eksitensi korporasi. Tentunya didasarkan dengan manajemen yang baik dan benar. Salah satu konsep upaya preventif tersebut adalah dengan mempertimbangkan dan mengimplementasikan manajemen risiko hukum berbasis ISO 31022 : 2020. Manajemen risiko tersebut sebagai upaya pencegahan akan adanya risiko-risiko hukum mencangkupproduct liability risk, employee risk, compliance default risk, tax risk, environment risk, governance risk.

 

PEMBAHASAN

Korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana apabila kegiatan usaha yang dilakukan oleh korporasi tersebut merugikan atau membahayakan kepentingan masyarakat (publik) serta menimbulkan korban. Pengaturan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi dalam peraturan perundang-undangan sampai saat ini belum ada pola atau model pemidanaan yang seragam antara satu sama lain. Hal ini karena adanya persoalan mengenai: kapan suatu korporasi melakukan tindak pidana, siapa yang harus bertanggungjawab, serta sanksi apa yang cocok untuk dibebankan pada korporasi[2]

Kejahatan korporasi dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu korporasi sebagai pelaku kejahatan, korporasi sebagai obyek kejahatan, dan korporasi sebagai sarana untuk melakukan kejahatan. Sebagaimana Steven Box membedakan dalam tiga kelompok kejahatan korporasi yang meliputi:

  1. Crime for corporation (corporate crime): kejahatan korporasi yang bertujuan untuk hanya menguntungkan korporasi berdasarkan kepentingan dari korporasi tersebut. Untuk itu dapat dikatakan bahwa korporasi bertindak sebagai pelaku kejahatan.
  2. Crime against corporation (employee crime): korporasi yang digunakan atau sebagai alat untuk melakukan kejahatan oleh pekerja. Contohnya seorang karyawan melakukan korupsi terhadap keuangan korporasi.
  3. Criminal corporations: didirikannya korporasi bertujuan sebagai media untuk melakukan kejahatan. Korporasi tersebut sedari awal pendiriannya memang digunakan sebagai media yang bertujuan dan dimaksudkan untuk melakukan kejahatan.[3]

Harus diakui sulit sekali untuk menentukan kesalahan korporasi yang merupakan urat nadi dari hukum pidana. Kesalahan yang dilimpahkan kepada korporasi sebenarnya bukan keseluruhan kesalahan korporasi secara pribadi, sebab pada hakikatnya yang melakukan tindak pidana adalah orang (pengurus korporasi). Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan timbul berbagai macam kesalahan yang dapat mengakibatkan tindak pidana korporasi. Alangkah lebih baik, sedia payung sebelum hujan, artinya diperlukan manajemen risiko untuk menghindari risiko-risiko hukum yang akan menghujani eksistensi dari korporasi tersebut.

Pada prinsipnya, upaya pencegahan terhadap tindak pidana korporasi sudah seharusnya menjadi suatu kewajiban yang harus diterapkan oleh setiap korporasi. Adapun upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan manajemen risiko hukum berbasis ISO 31022 : 2020. Korporasi dapat mengidentifikasi risiko hukum yang terkait dengan tujuan dan prioritas korporasinya dengan langkah Pertama, ditentukan apakah peristiwa risiko dapat terjadi dengan tingkat tertentu dari suatu kemungkinan kejadiannya. Kedua, ditentukan apakah peristiwa risiko tersebut memiliki konsekuensi hukum atau tidak dan, karenanya, memenuhi syarat sebagai risiko hukum.

Setelah itu, mengevaluasi praktik korporasi saat mengani risiko hukum dan korporasi harus menilai apakah dapat menerima risiko residual (yang mungkin tidak harus merupakan risiko hukum tetapi dapat berupa risiko lain). Jika risiko residual tidak dapat diterima, maka korporasi harus menyesuaikan atau mengembangkan opsi perlakuan risiko baru, dan menilai kembali risiko setelah mempertimbangkan penyesuaian ini dan efeknya sampai risiko sisa berada dalam tingkat yang dapat diterima.

Pengelolaan risiko hukum merupakan proses yang dinamis dan berulang dan teknik yang digunakan perlu dievaluasi dan disesuaikan, berdasarkan perubahan lingkungan risiko hukum internal dan eksternal untuk memastikan efektivitasnya. Korporasi harus melacak dan memantau pengaruh perlakuan risiko hukum dan konteks eksternal, menilai risiko yang berubah dan merumuskan ulang perlakuan risiko hukum bila perlu. Sejalan dengan proses yang dinamis dan berulang maka implementasi manajemen risiko menjadi salah satu hal yang harus dikedepankan dalam mengelola bedasarkan ISO 31022 : 2020.

Implementasi manajemen risiko hukum di korporasi meliputi :

  1. Penerapan LRM, LRM adalah tindakan dalam mengelola risiko-risiko hukum korporat (perseroan terbatas) yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris. LRM merupakan bagian dari ERM dimana proses LRM dimulai ketika korporat melakukan tindakan non litigasi proses.
  2. Litigasi & Non Litigasi, Litigasi adalah proses beracara yang dilakukan setiap subyek hukum di dalam ruang lingkup pengadilan umum atau pengadilan khusus. Non Litigasi adalah proses mempersiapkan perikatan, kesepakatan, perizinan atau tindakan-tindakan yang tidak termasuk dalam proses beracara di pengadilan. LRM dilakukan sebelum Non Litigasi dilakukan oleh setiap
  3. Legal Risk Owner (LRO), Legal Risk Owner adalah pegawai perusahaan yang diberikan tanggung jawab untuk merancang, membuat, mengurus dan melaksanakan segala kepentingan perusahaan yang berhubungan dengan peristiwa hukum yang dibuat, dilakukan atau dihadapi perusahaan agar perusahaan memiliki legitimasi atau kekuatan dalam melakukan kegiatan usahanya.
  4. Tugas & Tanggung Jawab LRO, Mengidentifikasikan,mengkoordinasikan,mengelola dan melaporkan perkembangan risiko hukum yang melekat didalam cakupan bidang tanggung jawabnya. Memiliki dedikasi dan integritas untuk mengungkapkan risiko-risiko yang dikelolanya secara transparan dan bertanggung jawab. Menghindari konflik kepentingan terkait pengelolaan risiko hukum.

Dalam menerapkan rencana perlakuan untuk risiko hukum, korporasi harus mempertimbangkan juga kegiatan dengan arti melakukan kegiatan untuk menangani risiko hukum. Selain itu, memberikan pelatihan tentang pengelolaan risiko hukum kepada pemangku kepentingan internal utama untuk meningkatkan keterampilan dan kesadaran mereka tentang risiko hukum. Sehingga semua proses manajemen risiko hukum berdasarkan ISO 31022 : 2020 dapat berjalan dengan baik dan benar demi terciptanya tujuan dari upaya pencegahan tindak pidana korporasi tersebut.

 

KESIMPULAN

Pada akhirnya, berdasarkan pemahaman dunia korporasi, tidak terlepas akan adanya risiko-risiko hukum hingga menyangkut tindak pidana korporasi maka dibutuhkan upaya pencegahan. Lahirnya manajemen risiko hukum berdasarkan ISO 31022 : 2020 menjadi kunci untuk menjawab risiko hukum dan tantangan tersebut. Sehingga dengan sistem ISO 31022 : 2020 yang berlandaskan ketelitian baik dalam konteks internal dan eksternal, tentunya diperkuat dengan manajemen risiko hukum yang bersifat berulang atau dilakukan secara terus-menerus dan harus diintegrasikan dalam semua aktivitas dan operasional dari korporasi untuk mencegah adanya kesalahan yang dapat menyeret ke ranah pidana.    

 

 

[1] Loebby Loqman, Kapita Selekta Tindak Pidana Di Bidang Perekonomian, Datacom, Jakarta, 2002, hlm 16
[2] Arief Barda Nawawi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 226
[3] Steven Box, 2003, Power, Crime, and Mystification, Taylor & Francis e-Library, hlm. 22.