Penulis: Ridwan Hendra SE., MM.
Pengurus Institute of Compliance Professional Indonesia (ICoPI)

 

Pada 28 Juni 2019, Garuda Indonesia sebagai institusi, jajaran Direksi & Komisaris Garuda, serta auditor laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018, yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan menerima sanksi dari berbagai pihak akibat laporan keuangan Garuda yang tidak sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Hal ini berawal dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018 dimana Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih sebesar USD 809,85 ribu. Angka ini melonjak tajam dibanding laporan tahun 2017 yang menderita rugi USD 216,5 juta dan pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar USD 114,08 juta.

Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta tanggal 24 April 2019, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria selaku perwakilan dari PT Trans Airways menyampaikan keberatan mereka melalui surat keberatan dalam RUPST. Chairal sempat meminta agar keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tapi atas keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat pemegang saham pun akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Mereka berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar USD 239,94 juta terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya masih merugi USD 244,96 juta.

Sumber dari kekisruhan ini adalah perjanjian kerjasama selama 15 tahun dengan PT. Mahata, yang merupakan perusahaan rintisan (startup) penyedia teknologi wifi on board. Mahata hanya bertindak sebagai perantara atau broker antara Garuda Indonesia dengan pemilik teknologi bernama Inmarsat Aviation, Lufthansa Technik, dan Lufthansa System.

Auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode 2018, mengklaim pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama PT Mahata Aero Teknologi telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Auditor berpendapat bahwa dalam PSAK Nomor 23 paragraf 20 dijelaskan imbalan dan royalti yang dibayarkan untuk pengunaan aset entitas seperti merek dagang, paten, piranti lunak, hak cipta musik, rekaman master, dan film normalnya diakui sesuai dengan substansi perjanjian sehingga menurut Auditor “Pendapatan atas biaya kompensasi hak pemasangan layanan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan layanan inflight entertainment bersifat non-refundable yang tidak dapat dibatalkan sehingga substansi merupakan transaksi penjualan hak yang diakui pada saat perjanjian ditandatangangi [sekaligus],”

Prosedur audit lainnya mengacu ke PSAK 23 paragraf 22 yang menyatakan pendapatan diakui jika kemungkinan besar manfaat ekonomis sehubungan dengan transaksi akan mengalir ke entitas. Akan tetapi, jika ketidakpastian timbul atas kolektibilitas jumlah yang telah termasuk pendapatan, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban, bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula. Berdasarkan prosedur audit tersebut, auditor berpendapat bahwa perlakukan akuntansi untuk pendapatan Garuda Indonesia atas PKS dengan Mahata telah diakui dan dicatat sesuai standar akutansi keuangan yang berlaku, khususnya PSAK 23

Jika mengacu pada dokumen SNI ISO 19600 pasal 4.6 dimana Identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko kepatuhan Organisasi sebaiknya mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko kepatuhannya, dan sebaiknya mengidentifikasi risiko kepatuhan dengan menghubungkan kewajiban kepatuhan mereka dengan aktivitas, produk, layanan, dan aspek relevan lain dari organisasinya agar dapat mengidentifikasi situasi saat ketidakpatuhan dapat terjadi. Organisasi sebaiknya menganalisis risiko kepatuhan dengan mempertimbangkan penyebab dan sumber dari ketidakpatuhan dan kegentingan dari dampaknya, dan juga tingkat kemungkinan dari ketidakpatuhan tersebut serta dampak terkait yang dapat terjadi. Dampak dapat mencakup, misalnya kerusakan terhadap pribadi dan lingkungan, kerugian ekonomi, kerusakan reputasi dan kewajiban administratif.

Tindakan Garuda Indonesia yang mengakui pendapatan selama rentang 15 tahun di dalam laporan keuangan tahun 2018 tidak wajar dan berisiko menimbulkan masalah keuangan pada Garuda di masa depan, mengingat metode akuntansi secara akrual. Yakni, metode pencatatan akuntansi yang memungkinkan piutang dimasukkan sebagai pendapatan meskipun uangnya belum diterima, seharusnya membagi nilai transaksi selama 15 tahun setiap tahunnya selama durasi kerja sama yang disepakati. Karena harus ada perbandingan yang seimbang antara pendapatan (revenue) dengan beban operasi (cost) di masing-masing tahun.

Tindakan ini juga berpotensi memberatkan Garuda Indonesia karena pengakuan keuntungan di 2018 ini merupakan objek pajak penghasilan. Mengapa pada RUPST Garuda Indonesia Laporan Keungan 2018 tidak diubah dan sepenuhnya diterima dengan catatan yaitu ada perbedaan pendapat? Apakah dikarenakan akibat pengakuan keuntungan tidak wajar ini dapat menguntungkan jajaran direksi dan komisaris Garuda karena bisa memperoleh bonus kinerja dan juga dividen bagi para pemegang saham Garuda Indonesia? Etika dan Nurani para pemangku kepentingan Garuda Indonesia yang bisa menjawab.

 

DAFTAR REFERENSI